Wednesday, July 24, 2013

Hemoglobin



Konsep Dasar Hemoglobin
Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Merupakan empat rantai polipeptida globin yang berbeda, masing-masing terdiri dari bebrapa ratus asam amino ( Kumala, 2005).
Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia. Hemoglobin adalah suatu pigmen yang secara alamiah berwarna dan mengandung zat besi, apabila berikatan dengan oksigen (O2) akan tampak kemerahan dan kebiruan apabila mengalami deoksigenasi. Dengan demikian darah arteri yang teroksigenasi sempurna tampak merah dan darah vena yang kehilangan sebagian oksigennya di dalam jaringan memperlihatkan rona kebiruan (Guyton, 2007).
Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi (Wikipedia, 2011).
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah (Supariasa,dkk., 2003).
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hemoglobin adalah adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.

Struktur Haemoglobin
Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan banyak dipelajari.
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 submit protein), yang terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen. Sub unitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi 64.000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen (Wikipedia, 2011).

Pembentukan Hemoglobin
Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. (Wikipedia, 2011)
Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Proses eritropoesis dimulai dari sel induk multipotensial. Dari beberapa sel induk multipotensial terbentuk sel-sel induk unipotensial yang masing-masing hanya membentuk satu jenis sel misalnya eritrosit. Proses pembentukan eritrosit ini disebut eritropoesis. Sel induk unipotensial akan mulai bermitosis sambil berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoetin. Selain merangsang proliferasi sel induk unipotensial, eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel promonoblas, normoblas basofilik dan normoblas polikromatofil. Sel eritrosit termuda yang tidak berinti disebut retikulosit yang kemudian berubah menjadi eritrosit. Dalam proses pembentukan sel darah merah, rangsangan oleh eritropoetin dalam jumlah yang amat kecil saja akan merangsang sel unipotensial yang committed untuk segera membelah diri dan berdiferensiasi menjadi proeritroblas.
  Gambar 2.1. Eritropoesis
Ada dua proses yang memegang peranan utama dalam proses pembentukan eritrosit dari sel induk unipotensial yaitu pembentuk deoxyribonucleic acid (DNA) dalam inti sel dan pembentuk HB dalam plasma eritrosit.
Pembentuk sitoplasma sel dan hemoglobin (HB) terjadi bersamaan dengan proses pembentukan DNA dalam inti sel. Seperti dikemukakan sebelumnya HB merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul HB terdiri dari globin, protoporfu-in dan besi (Fe).
Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar mitokondria. Besi didapat dari transferin. Pala permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk HB akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung HB di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan HB dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang gizi, gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung), dan kebutuhan besi yang meningkat (kehamilan, perdarahan dan sebagainya). Penyebab ketidak berhasilan eritrosit berinti untuk mengikat besi dapat juga disebabkan oleh rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe. Perlu kiranya diketahui bahwa yang dapat terikat dengan transferin hanya Fe elemental dan untuk membentuk 1 ml packed red cells diperlukan 1 mg Fe elemental.
Gangguan produksi globin hanya terjadi karena kelainan gen (Thalassemia, penyakit HbF, penyakit Hb C, D, E, dan sebagainya). Bila semua unsur yang diperlukan untuk memproduksi eritrosit (eritropoetin, B12 , asam folat, Fe) terdapat dalam jumlah cukup, maka proses pembentukan eritrosit dari pronormoblas s/d normoblas polikromatofil memerlukan waktu 2-4 hari. Seanjutnya proses perubahan retikulosit menjadi eritrosit memakan waktu 2-3 hari; dengan demikian seluruh proses pembentukan eritrosit dari pronormoblas dalam keadaan "normal" memerlukan waktu 5 s/d 9 hari. Bila diberikan obat anti anemik yang cukup pada penderita anemia defisiensi maka dalam waktu 3-6 hari kita telah dapat melihat adanya kenaikan kadar retikulosit; kenaikan kadar retikulosit biasanya dipakai sebagai patokan untuk melihat adanya respon pada terapi anemi. Perlu kiranya diketahui bahwa diperlukan beberapa jenis enzim dalam kadar yang cukup agar eritrosit dapat bertahan dalam bentuk aktif selama 120 hari. Kekurangan enzim-enzim ini akan menyebabkan eritrosit tidak dapat bertahan cukup lama dan menyebabkan umur eritrosit tadi kurang dari 120 hari. Ada dua enzim yang berperan penting yaitu piruvat kinase dan glukose 6-fosfat dehidrokinase (G6PD). Defisiensi kedua ensim tadi disebabkan oleh karena adanya kelainan gen dalam kromosom (Harryanto, 2004).

Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen : menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin (Almatsier, 2003).
Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain :
1.    Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh.
2.  Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
3.   Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Lyza, 2010).

Pengukuran Kadar Hemoglobin
Metode yang paling sering digunakan dan sederhana adalah metode sahli. Pada metode ini, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemeclorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (Supariasa,dkk., 2003).
Prosedur pemeriksaan dengan metode sahli
Reagensia
1.             HCl 0,1 N
2.             Aquadest
Alat
3.             Pipet hemoglobin
4.             Alat Sahli
5.             Pipet
6.             Pengaduk
Prosedur Kerja
7.             Masukkan HCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli sampai angka 2
8.             Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan desinfektan, kemudian tusuk dengan lanset
9.             Isap dengan pipet hemoglobin sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet, kemudian teteskan darah sampai ke tanda batas dengan cara menggeserkan ujung pipet ke kertas saring atau kertas tissue
10.         Masukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung, sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian tiup pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung udara. Bilas sisa darah dengan cara menghisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4 kali
11.         Campur sampai rata dan diamkan selama kurang lebih 10 menit
12.         Masukkan kedalam alat pembanding, encerkan dengan aquadest tetes demi tetes sampai warna larutan sama dengan warna pembanding
13.         Bila sudah sama, baca kadar hemoglobin pada skala tabung

Penggolongan Hasil Pemeriksaan Hemoglobin
Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin pada ibu hamil dengan metode sahli dapat dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan trimester III.     Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut
Hb 11 gr% : tidak anemia
Hb 9-10 gr% : anemia ringan
Hb 7-8 gr% : anemia sedang
Hb <7 gr% : anemia berat 
Anemia dalam kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglibin kurang dari 11 gr/dl selama masa kehamilan trimester 1 dan trimester 3 dan kurang dari 10 gr/dl selama masa kehamilan trimester kedua.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Proverawati, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita (2003) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Guyton, A. C. (2007) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Harryanto (2004) Mekanisme Anemi Defisiensi Besi (http://www.kalbe.co.id) diakses tanggal 23 Januari 2011
Kumala,Poppy (2001) Kamus Saku Kedokteran Dorlan. Jakarta: EGC
Lyza (2010) Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Produktivitas Kerja (http://www repository.usu.ac.id)  diakses tanggal 12 Januari 2012
Proverawati, Atikah, dkk. (2009) Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. (2003) Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Wikipedia  (2011) Hemoglobin (http//id.wikipedia.org) diakses tanggal 21 Desember 2011



No comments:

Post a Comment